Subscribe:

Ads 468x60px

i

Indonesian Blogger

Banner iskaruji dot com

4 Mar 2011

Kontroversi Kapitan Pattimura

Dalam artikel ini kami hanya ingin memberitahu bahwa apakah Pattimura memang benar – benar mati di tiang gantungan seperti sejarah yang kita tahu, sampai sejaauh ini belum ada satu sumberpun yang menyatakan secara detil bahwa Pattimura memang benar – benar mati ditiang gantungan. Ada beberapa analisis kami yang menarik kesimpulan bahwa Pattimura tidak mati ditiang gantungan melainkan itu orang yang mirip dengan dia, sebagaimana Allah menyelamatkan Nabi Isa As dari kaum yahudi, bisa sajakan Allah melakukan cara ini untuk menyelamatkan seorang manusia yang berjuang demi negerinya, pada artikel dibawah ini hanya menceritakan tentang kapan dia lahir, kapan dia mati, silsilah dia, perjuangan dia dan istilah kapitan tapi artikel ini tidak menceritakan dimana matinya, dimana kuburanya, seperti apa proses matinya dan apa agamanya.
            Sampai sekarang siapa yang tahu tentang point – point yang telah saya sebutkan di atas sejauh ini belum ada bukti arkeologi tentang hal – hal di atas semua ini masih kontroversi yang saya heran mengapa masyarakat Maluku dan Pemerinatah pada umumnya mempercayai pendapat bahwa Pattimura adalah seorang yang mati di tiang gantungan dan beragama Nasrani padahal mereka belum membuktikan secara arkeolog maupuan secara secara logis. Seharusnya pemerinttah sebagai pihak yang berwajib memperjelas hal ini kepada manusia modern saat ini.
            Belum tentu seseorang yang lahir dikalangan islam akan menjadi orang islam dan belum tentu seseorang yang lahir dikalangan Nasrani akan menjadi orang Nasrani begitupula dengan Pattimura, belum tentu dia mati secara Nasrani maupun secara Islami dan dimana letak kuburannya. Sebelum saya mengakhiri opini saya pada kesempatan kali ini saya ingin menyampaikan satu hal pada masyarakat Maluku kuno mempunyai pantung yang sangat kontroversi bahkan sampai saat ini yaitu :
“Hita – hita anak gurita
bawa saekor di batugantong
Mari dengar beta cerita
Laode songko mati tar gantong”.
Dengan kabar bahwa pahlawan Pattimura mati ditiang gantungan panting ini mengandung arti bahwa ada seorng yang laki – laki  muslim yang matinya tidak digantung. Kami ingin tahu laki – laki siapakah yang dimaksud dalam pantung kuno yang berbahasa Maluku di atas. semua keputusan ada ditangan anda
Nama dan silsilah
Kapitan Pattimura (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan, Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34 tahun), memiliki nama asli Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia.
Pattimura, lahir di Saparua.Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Adapun dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".


Istilah Kapitan
Dari sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Menurut Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.
Perjuangan
Sebelum melakukan perlawanan terhadap VOC ia pernah berkarier dalam militer sebagai mantan sersan Militer Inggris.[2] Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.[3] mengingat pada masa itu banyaknya kerajaan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetrapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahn dinas militer ini dipaksakan [4] Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura [3] Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Pertempuran-pertempuran yang hebat melawan angkatan perang Belanda di darat dan di laut dikoordinir Kapitan Pattimura yang dibantu oleh para penglimanya antara lain Melchior Kesaulya, Anthoni Rebhok, Philip Latumahina dan Ulupaha. Pertempuran yang menghancurkan pasukan Belanda tercatat seperti perebutan benteng Belanda Duurstede, pertempuran di pantai Waisisil dan jasirah Hatawano, Ouw- Ullath, Jasirah Hitu di Pulau Ambon dan Seram Selatan. Perang Pattimura hanya dapat dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Untuk jasa dan pengorbanannya itu, Kapitan Pattimura dikukuhkan sebagai “PAHLAWAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN” oleh pemerintah Republik Indonesia...... Pahlawan Nasional Indonesia. Ketuhanan yang maha esa Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia (sumber Wikipedia Enseiklopedia Bebas)


1 komentar:

SanDy mengatakan...

info yang sangat pennting ne. patu di ketahui khususnya buat orang maluku. .karna selama ini katong cuma mengenal beliau(Kapitan Pattimura)leawat
UWANG 1000.